1. Pengertian dan Istilah Adat
Apa yang dimaksud dengan adat ?
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah
menganal dan menggunakan istilah tersebut.
Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut :
“Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara
tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah :
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus
3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
2. Istilah Hukum Adat
Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian
Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh),
yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang
berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.
Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir
tahun 1929 meulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan
Belanda.
Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan
masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang
diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan.
3. Pengertian Hukum Adat
Apa hukum adat itu ?
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka
perlu kita telaah beberapa pendapat sebagai berikut :
- Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam
masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk
melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu
melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan
adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap
sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
- Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang
berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
- Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan,
tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai
akibat hukum.
- Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H.
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan peraturan.
- Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah
kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam
masyarakat itu.
- Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang
berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan
bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat
unsure-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut :
- Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyaraka.
- Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
- Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
- Adanya keputusan kepala adat
- Adanya sanksi/ akibat hukum
- Tidak tertulis
- Ditaati dalam masyarakat
4. Corak Hukum Adat di Indonesia
- TRADISIONAL
Contoh nyata : Didaerah Cepu Jawa Tengah masih mengenal adanya sistem
sesaji yang biasa disebut dengan manganan. Yaitu mana setiap rumah harus
mengirimkan seloyang makanan yang berisi hasil bumi untuk dibawa ke suatu
tempat yang biasa disebut dengan kramat atau punden. Dimana ditempat tersebut
masyarakat mempercayai adanya penunggu atau dewa yang memberikan kesuburan dan
yang menjaga tanaman atau tanah yang mereka tanami dari roh-roh jahat.
Masyarakat desa percaya bahwa orang yang dikubur di kramat atau punden tersebut
adalah orang pertama yang membangun desa hingga menjadi semakmur sekarang.
- KEAGAMAAN / RELIGIO MAGIS
Contoh nyata : Didaerah Cepu Jawa Tengah adanya budaya manganan membawa
sugesti kepada masyarakat. Budaya manganan diselenggarakan setelah sawah yang
mereka garap menghasilkan padi-padi yang berkualitas atau dapat dikatakan
mereka menggelar manganan setelah panen padi berhasil. Mereka percaya apabila
tidak membawa hasil bumi ke kramat maka tanah atau sawah yang mereka garap
tidak akan subur dan bagi petani yang menggarap sawah maka sawah mereka akan
selalu gagal panen. Dan bagi mereka yang bekerja dibidang lain, rejeki yang
diperoleh akan sedikit. Masyarakat disana mempercayai Allah namun mereka juga
mempercayai adanya tenaga magis (gaib) yang berasal dari kramat.
- KEBERSAMAAN / COMMUNAL
Contoh nyata : Jika dikota dalam mendirikan rumah biasa menggunakan jasa
tukang, maka hal ini berbanding terbalik dengan adat didaerah Cepu Jawa Tengah.
Dalam mendirikan rumah, warga melakukannya dengan sistem gotong royong. Mereka
melakukan hal itu secara bersama-sama
dan saat proses memasang wuwung (tiang penyangga rumah) pemilik rumah akan
mengadakan prosesi slametan/syukuran berharap agar rumah yang akan dihuni aman
dari gangguan roh jahat. Biasanya dalam slametan tersebut pemilik rumah akan
menyediakan ayam inkung/sebuah ayam panggang yang disajikan dan diletakkan
tepat dibawah titik tiap tiang bertemu. Adat mendirikan rumah seperti ini
selalu dilakukan oleh warga secara bersama-sama/gotong royong. Mereka percaya,
semakin banyak orang yang ikut mendirikan maka akan semakin kuat rumah
tersebut.
KONKRIT DAN VISUAL
- KONKRIT
Contoh nyata : Di pasar biasanya para ibu membeli sayur mayur serta
membeli keperluan dapur lainnya seperti bumbu dan peralatan memasak. Karena di
pasar bukan supermarket maka antara penjual dan pembeli dapat melakukan proses
tawar menawar agar timbul harga yang akan mereka sepakati secara bersama.
Penjual memang sudah mematok harga barang yang dijual, namun pembeli dapat
menawarnya. Setelah harga yang telah disepakati cocok, maka pembeli akan
memberikan sejumlah uang dan penjual akan memberikan barang dagangannya sebagai
tanda setuju dengan harga yang diberikan. Dengan demikian, pembeli dapat membawa
pulang barang yang dibelinya dengan sejumlah uang yang diberikan kepada
penjual.
- VISUAL
Contoh nyata : Didaerah Cepu Jawa Tengah masih mengenal adanya tradisi
peningset / tunangan / tukar cincin. Dimana dua sejoli yang saling mencintai
perlu membuat adanya pengikat yang kuat agar hubungan yang mereka bina dapat
langgeng hingga proses pernikahan menghampiri keduanya. Disini, biasanya sang
pria akan membawakan cincin serta seperangkat emas dan perabotan rumah tangga
yang lain. Cara ini biasa dilakukan untuk menghargai keluarga wanita. Rasa
menghargai akan diukur dari mahal, banyak/sedikitnya barang yang dibawa pihak
pria. Semakin banyak dan mahal barang yang dibawa, maka pihak wanita akan
beranggapan bahwa pihak pria begitu menghargai calon keluarga istrinya.
TERBUKA DAN SEDERHANA
- TERBUKA
Contoh nyata : Di daerah Cepu Jawa Tengah memang masih menggunakan
tradisi adat, namun mereka juga mengikuti perkembangan dunia. Walaupun masih
menggunakan adat kejawen dalam kehidupan sehrai-hari namun mereka juga mau
menerima datangnya budaya barat seperti adanya cafe, bar, dan hiburan lain yang
dibawa oleh turis yang datang ke Cepu. Masyarakat terbuka akan datangnya
unsur-unsur luar namun setelah melewati penyaringan agar sesuai dengan adat
setempat. Meraka tidak akan dengan mudah menghakimi adat luar yang masuk, namun
mereka akan memilih serta memilahnya secara cermat.
- SEDERHANA
Contoh nyata : Dijelaskan pada corak diatas bahwa di daerah Cepu Jawa
Tengah melaksanakan adat dengan baik, sederhana dan tidak mengenal adanya
budaya administrative. Mereka bergotong royong dalam mendirikan rumah,
melakukan tradisi sedekah bumi tanpa adanya surat perintah tertulis dari kepala
desa atau perangkat desa lainnya. Masyarakat mengadakan budaya tersebut dengan
sederhana dan penuh suka cita. Saat manganan biasanya kepala desa mengundang
dalang, sinden beserta anggotanya dari luar daerah Cepu untuk ikut memeriahkan
pesta desa. Para wiyogo tersebut tidak meminta upah namun kepala desa memberi
mereka dengan hasil bumi yang dihasilkan warga dari panen hasil garapan.
- DAPAT BERUBAH MENYESUAIKAN KEADAAN
Contoh nyata : Adat pernikahan di Cepu Jawa Tengah saat pengantin pria
datang ke rumah pengantin wanita maka keluarga sang pria membawa seperangkat
hasil bumi atau biasa disebut seserahan manten / mahar. Namun seiring
berkembangnya waktu, mahar yang dibawa oleh keluarga pria tidak lagi hasil bumi
tetapi dapat diganti dengan sejumlah uang atau emas. Mahar yang dibawa dapat
mencerminkan sikap menghargai dari keluarga sang pria kepada keluarga sang
wanita. Banyak sedikitnya mahar yang dibawa menentukan seberapa kaya sang pria.
Seiring berjalannya waktu mahar yang dibawa tidak harus hasil bumi namun dapat
berubah-ubah menyesuaikan keadaan dan kemajuan Negara.
- TIDAK DIKODIFIKASI
Contoh nyata : Adat yang masih berjalan hingga saat ini di daerah Cepu
Jawa Tengah seperti manganan, mendirikan rumah, seserahan manten tidak
dikodifikasi secara khusus. Adat ini berjalan tanpa adanya aturan yang
mengikat, masyarakat mempercayainya sebagai sesuatu yang diperoleh secara
turun-temurun tanpa adanya paksaan. Masyarakat melakukannya sesuai dengan
petunjuk sesepuh desa. Mereka percaya, apa yang mereka lakukan akan di ridhoi
oleh Allah. Masyarakat tidak lagi membutuhkan adanya kodifikasi adat di desa
mereka. Aturan yang ada tidak perlu dikodifikasi namun harus selalu dilakukan
agar desa tetap makmur dan terhindar dari segala mala petaka.
- MUSYAWARAH MUFAKAT
Contoh nyata : Di desa yang terletak di Jawa Tengah tepatnya di Cepu
apabila terjadi perselisihan antar warga maka jogoboyo (petugas kepolisian
desa) beserta para pamong desa yang lain akan menyelesaikan masalahnya di
kantor desa untuk mencapai musyawarah mufakat. Mereka menggunakan azas rukun
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya. Hal ini sebagai sarana
penyelesaikan perselisihan / sengketa berdasarkan azas rukun. Warga yang
berselisih datang dan ikut menyelesaikan masalahnya apabila sudah ditemukan
titik terang mengenai masalah yang dihadapi, mereka harus dengan lapang dada
saling memaafkan. Intinya semua permasalahan diselesaikan secara musyawarah
bersama-sama dengan kepala desa, pamong desa, serta warga yang berselisih.
Sumber :