Get me outta here!

Senin, 14 Desember 2015

Mampukah Koperasi Indonesia Menjadi Soko Guru Perekonomian di Indonesia?

Dalam artikel yang saya tulis kali ini, saya akan mengangkat masalah mengenai apakah koperasi Indonesia mampu menjadi soko guru perekonomian di Indonesia.

“Koperasi adalah soko guru perekonomian Indonesia”. Makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan bahwa koperasi sebagai pilar atau ”penyangga utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Keberadaannyapun diharapkan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional.


Sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.

Menurut M. Hatta sebagai pelopor pasal 33 UUD 1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena:

1.      Koperasi mendidik sikap self helping
2.    Koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan , dimana kepentingan masyrakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi dan golongan sendiri
3.      Koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli Indonesia
4.      Koperasi menentang segala paham yang berbau individualism dan kapitalisme

Sebagai salah satu badan usaha dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi diharapkan dapat berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaan koperasi banyak mendapat sorotan. Beberapa kalangan berpendapat koperasi mulai kehilangan identitasnya sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, berubah menjadi badan usaha dengan jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal koperasi diharapkan menjadi soko guru (tulang punggung) perekonomian nasional.

Kelembagaan koperasi seperti rapuh karena mengutamakan fasilitas usaha yang banyak dimanfaatkan oleh sekelompok pengurusnya tanpa ada keterkaitan usaha dengan anggotanya, titik jenuh pengembangan koperasi nasional terjadi diawal reformasi karena pengembangan usaha yang berlebihan, yang tidak didukung dengan kekuatan kelembagaan yang memadai. Koperasi semakin surut dan tidak menarik lagi bagi media masa untuk bahan pemberitaannya, di sisi lain harapan untuk mensinergikan usaha kecil dan menengah dengan koperasi dirasakan malah meminggirkan koperasi, perbincangan nasional mengenai pembinaan pengusaha kecil terus berkembang menjadi usaha kecil menengah bahkan pimpinan Kementrian Koperasi dan UKM jarang berbicara koperasi, terdapat kecenderungan yang ditampilkan hanya UKM yang terus berkembang menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Melihat kondisi demikian ini rasanya koperasi semakin terpinggirkan.

Kekuatan modal sering kali dipermasalahkan oleh beberapa kalangan, padahal kekuatan Koperasi mengutamakan kumpulan orang dalam kebersamaan bukannya kekuatan modal. Presiden Republik Indonesia kedua Jenderal Besar H.M. Soeharto (Alm) pernah berkata bahwa, “masih ada yang berpendapat bahwa koperasi tertinggal jauh dibandingkan BUMN dan perusahaan swasta, karena tidak ada koperasi yang memiliki bangunan megah atau usaha berskala besar. Padahal tujuan koperasi bukanlah untuk mendirikan usaha besar serta gedung mewah. Tetapi yang jelas tugas utama koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya.” Karena itu masalah utama sulitnya perkembangan koperasi di Indonesia sangat terkait erat sekali dengan kualitas sumber daya manusianya, yaitu yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya.

Data tentang kuantitas masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan dapat dikembangkan dari berbagai aspek kehidupan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia, di sini yang kita lihat aspek ekonomi yang erat kaitannya dalam pengembangan koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat yang demokratis berdasarkan rasa dan komitmen kebersamaan untuk menghadapi pelaku ekonomi lain yang lebih kuat. Keterbatasan kemampuan masyarakat di dalam melaksanakan aktivitas ekonomi sehingga tidak jarang akhirnya mereka dikuasai oleh orang pintar yang memanfaatkan kesederhanaan tindakannya.

Atas dasar itu seharusnya koperasi dibangun karena koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat, yaitu mereka yang terdiri orang kecil-kecil dan lemah, yang jika bergabung bersama dapat menjadi kekuatan yang besar. Tugas pemerintah adalah bagaimana memampukan mereka secara kelembagaan, dari kemampuan orang perorang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mampu secara mandiri bertindak dalam kegiatan ekonomi dalam wadah usaha yang berbentuk Koperasi. Kalau terus menerus diberikan fasilitas usaha, baik SDM pengelola maupun kelembagaannya tidak mampu memikul bebannya. Jadi, tugas pemerintah adalah membina masyarakat agar mereka mampu “membuat pancing”, bukan hanya sekedar mengajari mereka “cara memancing ikan”.

Tampaknya pembinaan koperasi saat ini belum banyak membawa perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa setengah hati, akibatnya kegiatan koperasi seperti samar-samar keberadaannya.

Prioritaskan pembinaan koperasi di tiga bidang yaitu: Koperasi Pedesaan, Koperasi Perkotaan, dan Koperasi Karyawan. Di perkotaan lebih diutamakan pada Koperasi distribusi. Sementara itu, penduduk pedesaan yang posisi tawarnya selalu lemah karena kualitas SDM-nya lebih rendah dari masyarakat perkotaan, pembinaannya memerlukan perlakuan khusus. Koperasi harus dapat mengarahkan anggota yang bergerak di sektor informal menjadi yang bergerak pada sektot formal. Hal ini dapat ditempuh melalui program kerjasama sistem anak dan bapak angkat yang saling membutuhkan dalam kemitraan yaitu seperti Koperasi menghimpun produksi anggota untuk kemudian didistribusikan melalui perusahaan yang bertindak sebagai bapak angkatnya. Jadi utamakan di pedesaan dikembangkan Koperasi Produksi, disamping memberikan lapangan pekerjaan dapat pula mencegah urbanisasi. Koperasi Karyawan lebih mudah dikembangkan karena kualitas SDM-nya relatif lebih baik dan keberhasilan Koperasi Karyawan dapat membantu kesejahteraan dan ketenangan bekerja.

Tantangan untuk menjadi soko guru perekonomian Indonesia masih belum dapat dijawab dengan baik oleh koperasi. Meskipun saat krisis melanda Indonesia pada periode 1997-1998 koperasi mampu bertahan dengan baik, tidak semerta-merta koperasi dapat menjawab tantangan sebagai soko guru perekonomian Indonesia begitu saja. Terdapat banyak hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah dalam rangka mewujudkan rencana untuk menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional di Indonesia. Jadi kalau Koperasi dapat dikelola dengan baik, jelas, terbuka, dan sukarela atas asas kekeluargaan maka koperasi yang berjalan akan dapat memenuhi tujuan utamanya. Peran pemerintah dalam mengembangkan koperasi ini juga tidak kalah penting. Mulai dari pemerintah yang dapat mendukung perannya dalam koperasi ini masuk ke berbagai kota-kota besar maupun daerah terpencil pun dengan pembinaan yang baik, dan jelas serta dapat dikelola dengan sangat baik niscaya Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia tidak hanya sekedar pernyataan manis saja tapi itu benar-benar bisa dibuktikan.




DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar