Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan mulai
marak terjadi sejak peristiwa 9/11 di Amerika Serikat pada tahun 2001. Tindak
kejahatan terorisme ini muncul seiring dengan berakhirnya era Perang Dingin
yang ditandai dengan munculnya aktor-aktor non-negara dalam politik global.
Terorisme saat ini telah menjadi isu global karena aktivitasnya yang sangat
luas dapat terjadi di manapun dan kapanpun serta tidak memandang siapapun
korbannya. Berbagai kelompok teroris yang memiliki jaringan luas secara
internasional yang melewati lintas batas negara merupakan suatu ancaman bagi
stabilitas keamanan suatu negara, bahkan dapat mengancam keamanan setiap
individu. Indonesia merupakan salah satu negara yang seringkali menjadi tujuan
berbagai kelompok teroris untuk melancarkan aksinya, mulai dari Bom Bali 1, Bom
Bali 2, Bom J.W Marriot, Bom Kedubes Australia, dan lain-lain. Hal itu
menandakan bahwa kelompok teroris menganggap Indonesia memiliki posisi yang
strategis untuk melakukan aksi mereka agar tujuan mereka dapat dicapai.
Menurut Budi Winarno, terorisme mempunyai
karakteristik utama, yaitu penggunaan kekerasan, yang meliputi, pembajakan,
penculikan, bom bunuh diri, dan lain sebagainya. Sumber lain, Robertson,
menyebutkan bahwa ada tiga ciri utama terorisme, yakni penggunaan kekerasan,
targetnya adalah orang-orang yang tidak bersalah, dan mereka berusaha menarik
perhatian atas tuntutan mereka. Di sini sangat jelas bahwa kelompok-kelompok
terorisme melancarkan aksinya dengan menggunakan kekerasan agar timbul jatuhnya
korban dengan maksud untuk menarik perhatian dari khalayak ramai, dalam hal ini
mereka yang memegang kekuasaan di dalam suatu negara yang menjadi tujuan
tindakan mereka.
Hal yang harus dicermati dari berbagai tindak
kejahatan terorisme adalah modusnya. Aleksius Jemadu mengatakan bahwa salah
satu aspek yang diperdebatkan dalam isu terorisme adalah tentang keterkaitannya
dengan agama, di mana ada yang menegaskan bahwa terorisme tidak memiliki kaitan
dengan agama manapun karena semua agama menolak kekerasan dan pembunuhan
terhadao warga sipilyang tidak berdosa, apalagi mereka yang melakukan terorisme
mengatasnamakan agama hanya merupakan kelompok minoritas dan tidak mewakili
penganut agama secara keseluruhan, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa
kelompok terorisme yang bertindak atas nama ajaran agama mendapatkan inspirasi
dan justifikasi atas tindakannya berdasarkan penafsiran mereka atas doktrin
agama yang diyakininya.
Terlepas dari benar atau tidaknya pendapat-pendapat
tersebut, memang kenyataan yang dapat dilihat dari berbagai pelaku tindak
terorisme terutama yang di Indonesia, mencerminkan suatu identitas agama
tertentu dari para pelakunya. Bahkan, para pelakunya disebut-sebut merupakan
orang-orang yang taat beragama dan memiliki pengetahuan agama yang sangat kuat
dan melakukan aksinya berdasarkan doktrin agama. Namun, sebenarnya mereka
memiliki pemahaman ataupun sudut pandang yang salah mengenai ajaran agama
tersebut, atau bahkan mereka memanfaatkan ajaran agama sebagai alasan untuk
melancarkan aksinya dengan tujuan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan
agama mereka. Baik pada peristiwa Bom Bali, Bom Kedubes Australia, Bom J.W
Marriot, Bom B.E.J, dan peristiwa-peristiwa lainnya, para pelakunya dipercaya
berasal dari satu jaringan yang sama yang juga terkait dengan jaringan
terorisme internasional. Orang-orang yang paling disebut sebagai pihak yang
bertanggungjawab atas segala tindak terorisme di Indonesia adalah Dr. Azhari
dan Noordin M. Top, dua teroris asal Malaysia yang kini sudah tewas.
Satu hal yang perlu dicermati dalam hal ini adalah
bahwa Indonesia merupakan negara yang menjadi salah satu tujuan utama dari
berbagai aksi gerakan terorisme yang terkait dengan jaringan terorisme
internasional. Inilah hal yang mengherankan, sebenarnya apa yang menjadi tujuan
utama dari para pelaku terorisme ini? Mengapa harus Indonesia? Mengapa tidak
negara lain, Malaysia atau Australia misalnya? Terdapat banyak sekali hal yang
mungkin menyebabkan sangat banyaknya aksi terorisme yang terjadi di Indonesia.
Presiden SBY mengatakan bahwa ada tiga penyebab utama munculnya gerakan
terorisme di Indonesia. Pertama, ideologi yang radikal dan ekstrim, ini bisa
muncul di mana saja, negara mana saja, dan di masyarakat manapun, kedua,
penyimpangan terhadap ajaran agama yang dianut, ketiga, karena kondisi
kehidupan yang susah, kemiskinan absolut, dan keterbelakangan yang ekstrim yang
konon mudah sekali dipengaruhi. Sedangkan, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj
mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tindakan terorisme, yaitu
kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, keselahpahaman memahami Islam. Pendapat
lain dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansaad Mbai
menegaskan, pemahaman radikal terhadap agama merupakan penyebab utama
terjadinya terorisme, yang kerap muncul akibat perasaan diperlakukan tidak adil
dalam berbagai bidang, ditambah, munculnya kelompok atau orang tertentu yang
mempengaruhi dengan motif politik dan ideologi.
Dari berbagai pendapat di atas, ada banyak
faktor-faktor penyebab munculnya tindakan terorisme di Indonesia, namun
belumlah dapat ditarik pemahaman dengan benar apa sebenarnya yang
melatarbelakangi munculnya terorisme di Indonesia karena cakupannya terlalu
luas dan didasari oleh banyak motif. Namun, agama lagi-lagi menjadi salah satu
faktor penyebab yang tidak dapat dipungkiri lagi karena inilah yang menjadi
dasar utama dari para pelaku teror dalam melakukan kegiatan terornya.
Faktor-faktor lain dapat disebut sebagai faktor pendukung, misalnya ideologi
yang radikal maupun keterbelakangan ekonomi. Sebagai gambaran, keterbelakangan
ekonomi dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan kegiatan teror akibat
ketidakpuasan terhadap pemerintah yang sedang berkuasa yang cenderung mengikuti
gaya kapitalisme Barat dengan menggunakan neoliberalisme sebagai landasan dalam
kegiatan ekonomi. Tujuan mereka sebenarnya adalah untuk mengusik hegemoni Barat
dalam ranah global dengan meneror apa-apa yang menjadi simbolisme Barat.
Seperti dalam berbagai aksi teror yang terjadi di Indonesia, mereka menyerang Bali,
tempat di mana banyak terdapat turis asing, lalu menyerang Kedubes Australia,
menyerang hotel J.W Marriot dan Ritz Carlton yang disebut sebagai simbol Barat,
dan bahkan akhir-akhir ini mereka menyerang pemerintah dan aparat yang memiliki
kekuasaan yang mereka anggap sebagai antek-antek Barat.
0 komentar:
Posting Komentar